Selasa, 06 Maret 2012

Museum Benteng Vredeburg


Vredeburg - Ruang Diorama 4Mengunjungi objek wisata di Yogyakarta, tidak lengkap rasanya tanpa menyempatkan datang ke Museum Benteng Vredeburg. Lokasinya sangat mudah untuk ditemukan, yakni terletak di ujung selatan Jalan Malioboro. Benteng ini memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi bagi perjuangan melawan penjajah. Sebelum dikenal dengan nama Benteng Vredeburg seperti sekarang, benteng ini bernama Benteng Rustenburg.
Pada tahun 1760, atas permintaan Belanda, Sri Sultan Hamengku Buwono I telah membangun sebuah benteng yang sangat sederhana berbentuk bujur sangkar di atas tanah milik Kraton. Di setiap sudut dibangun tempat penjagaan yang disebut sebagai seleka atau bastion yang menyerupai bentuk kura-kura dengan keempat kakinya. Oleh Sultan keempat sudut tersebut diberi nama Jayawisesa (sudut barat laut), Jayapurusa (sudut timur laut), Jayaprakosaning (sudut barat daya) dan Jayaprayitna (sudut tenggara). Kemudian di bawah pengawasan ahli ilmu bangunan dari Belanda yang bernama Ir. Frans Haak, pada tahun 1767 dimulailah pembangunan benteng menjadi lebih permanen. Setelah selesai, bangunan benteng yang telah disempurnakan tersebut diberi nama Benteng Rustenburg yang berarti “Benteng Peristirahatan”.
Awal didirikannya benteng ini sebenarnya merupakan strategi dari Belanda yang berdalih demi menjaga keamanan Kraton Yogyakarta, meskipun maksud sebenarnya tidak lain adalah sebagai tempat untuk memantau pergerakan Kraton Yogyakarta itu sendiri. Dari dalam benteng, Belanda dengan mudah dapat mengarahkan sejumlah meriamnya tepat mengenai Kraton Yogyakarta jika suatu saat terjadi pemberontakan dari Kraton, karena jarak antara benteng dengan Kraton Yogyakarta sangat dekat.
Terjadinya gempa bumi dahsyat pada tahun 1867 di Yogyakarta menyebabkan runtuhnya banyak bangunan penting di Yogyakarta, salah satunya Benteng Rustenburg. Kemudian segera dilakukan pembangunan dan pembenahan kembali seluruh bangunan yang rusak. Selesai dibangun kembali, nama Benteng Rustenburg berganti menjadi “Benteng Vredeburg” yang artinya “Benteng Perdamaian”. Nama ini diambil sebagai manifestasi hubungan antara Kasultanan Yogyakarta dan Belanda yang tidak saling menyerang pada waktu itu.
Pada tanggal 9 Agustus 1980 dengan persetujuan Sri Sultan HB IX Benteng Vredeburg dijadikan sebagai Pusat Informasi dan Pengembangan Budaya Nusantara. Pada tanggal 16 April 1985 dilakukan pemugaran untuk dijadikan museum perjuangan. Museum ini dibuka untuk umum pada tahun 1987. Tanggal 23 November 1992 Benteng Vredeburg resmi menjadi museum perjuangan nasional dengan nama “Museum Benteng Vredeburg. Karena telah difungsikan sebagai museum modern, Benteng Vredeburg memiliki koleksi lengkap meliputi koleksi bangunan, koleksi realia, koleksi foto termasuk miniatur dan replika serta koleksi lukisan. Selain itu terdapat pula empat ruang diorama sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
Jam buka museum:
SelasaKamis:08.3013.30
Jumat:08.3011.00
SabtuMinggu:08.3012.00
Harga tiket masuk:Dewasa Rp. 750, anak-anak Rp. 250

AIR TERJUN SRI GETUK

Air terjun Sri gethuk adalah terletak di padukuhan Menggoran yang berdekatan dengan lokasi wisata gua rancang kencono, dengan arah dari Gua rancang kencono menuju kearah barat sejauh 750 meter, perjalanan menuju ke arah air terjun dapat berjalan kaki ataupun naik kendaraan baik roda dua dan juga empat. Air terjun Sri Gethuk terkenal dengan nama air terjun Slempret karena lokasi air terjun tersebut bertempat di lokasi blok Slempret, tempat tersebut sangatlah indah karena adanya air terjun yang diapit oleh tebing yang sangat tinggi bahkan tebing tersebut dengan ketinggian sampai dengan 50 m dengan suasana yang sangat romantis karena di daerah tersebut adalah merupakan daerah persawahan yang sepanjang tahun tidak pernah mengalami kekeringan dan bahkan di sepanjang tahun di sana tanaman padi selalu menghijau silih berganti dengan topografi berbukit dengan banyak sekali tumbuh pohon kelapa, sehingga suara angin bertip akan sangat menghiasi lambaian daun nyiur yang melambai di samping itu tempat tersebut adalah merupakan lokasi yang sangat subur karena di dukung dengan 3 sumber mata air yang cukup besar al; Sumber mata air dong Poh, Ngandong dan Ngumbul dengan rata – rata debit 30 s/d 60 l/dtk, sehingga di lokasi tersebut seperti di daerah ngarai, bahkan ketika berada di sana seperti kita berada di luar Gunungkidul seakan-akan kita berada di Bali dengan Subaknya. Untuk menuju wisata air terjunya dapat berjalan melewati setapak pematang sawah yang sangat asik karena dapat sambil berpetualang sejauh 450 m dan kemudian menuruni anak tangga 96 anak tangga, Tetapi bagi wisatawan yang tidak ingin keluarkan keringat ada fasilitas perahu tradisional/gethek untuk menuju wisata air terjun tersebut sambil menyusuri tebing indah slempret yang mempunyai ketinggian 50 meter di kanan kiri perjalanan kita sampai di lokasi air terjun.
Menurut cerita legenda nama slempret sebenarnya adalah berasal dari kata Slompret yang merupakan alat musik tiup konon cerita bhawa lokasi tersebut adalah merupakan tempat atau pusatnya para jin/ makhluk halus yang tidak dapat dilihat dengan kasat mata atau dapat di katakan bahwa tempat tersebut adalah merupakan tempat yang sangat angker dengan nama pimpinan para jin tersebut adalah jin Anggo Menduro. Jin adalah merupakan jin yang sangat menyukai dengan berbagai kesenian, hal tersebut dapat di buktikan bahwa di tempat tersebut pada saat – saat tertentu akan terdengar suara atau disebut dengan bahasa jawa pandulon yang suara tersebut kalau di dengarkan di lokasi padukuhan Menggoran dan sekitarnya suara tersebut berasal dari lokasi air terjun tetpai kalau didekati suara itu akan hilang , suara tersebut adalah suara dramben dengan suara yang sangat dominan adalah suara slompret maka tempat tersebut di kenal sebagai sebutan Slompret atau kemudian di sebut Slempret maka yang terkenal sampai dengan saat ini lokasi tersebut dengan Air terjun Slempret karena air tersebut berada di lokasi daerah Slempret.
Namun sebenarnya Air terjun tersebut bernama air tejun Sri Gethuk
Seperti pada cerita di awal bahwa tempat tersebut adalah merupakan pusatnya para jin yang di dalamnya sebagi pimpnannya adalah Jin Angga manduro jin yang sangat suka dengan segala kesenian yang diantaranya adalah Dramben dan juga Gamelan, Di saat tertentu tempat ini juga sering terdengar sura gamelan atau suara kerawitan namun jika di dekati suara ini juga tidak ada atau disebut hanya merupakan pandulon yang menyuarakan gamelan, Dalam cerita legenda Gamelan ini juga dapat dipinjam oleh manusia yang mempunyai kemampuan lebih dan juga dapat di manfaatkan untuk tabuan selayaknya gamelan biasa yang dapat kasat mata,
Dalam cerita legenda di lokasi wisata Slempret tersebut ada beberap tempat untuk menyimpan gamelan milik Anggo Menduro di antaranya lokasi mergangsan dan juga srikethuk, Mergangsan ini berada di sebelah bawah lokasi sungai oyo tempat tersebut disebut Mergangsan karena di pergunakan sebagai tempat menyimpan Gongso atau Gamelan, dan Sri kethuk berada di lokasi air terjun tempat tersebut di sebut Sri kethuk karena dipergunakan oleh Jin Anggo Menduro sebagai tempat penyimpanan salah satu instrumen gamelan dengan nama Kethuk. Hingga kini nama tersebut menjadi Sri Gethuk.

Malioboro


mlbKawasan Malioboro sebagai salah satu kawasan wisata belanja andalan kota Jogja, ini didukung oleh adanya pertokoan, rumah makan, pusat perbelanjaan, dan tak ketinggalan para pedagang kaki limanya. Untuk pertokoan, pusat perbelanjaan dan rumah makan yang ada sebenarnya sama seperti pusat bisnis dan belanja di kota-kota besar lainnya, yang disemarakan dengan nama-merk besar dan ada juga nama-nama lokal. Barang yang diperdagangkan dari barang import maupun lokal, dari kebutuhan sehari-hari sampai dengan barang elektronika, mebel dan lain sebagainya. Juga menyediakan aneka kerajinan, misal batik, wayang, ayaman, tas dan lain sebagainya. Terdapat pula tempat penukaran mata uang asing, bank, hotel bintang lima hingga tipe melati.
Keramaian dan semaraknya Malioboro juga tidak terlepas dari banyaknya pedagang kaki lima yang berjajar sepanjang jalan Malioboro menjajakan dagangannya, hampir semuanya yang ditawarkan adalah barang/benda khas Jogja sebagai souvenir/oleh-oleh bagi para wisatawan. Mereka berdagang kerajinan rakyat khas Jogjakarta, antara lain kerajinan ayaman rotan, kulit, batik, perak, bambu dan lainnya, dalam bentuk pakaian batik, tas kulit, sepatu kulit, hiasan rotan, wayang kulit, gantungan kunci bambu, sendok/garpu perak, blangkon batik [semacan topi khas Jogja/Jawa], kaos dengan berbagai model/tulisan dan masih banyak yang lainnya. Para pedagang kaki lima ini ada yang menggelar dagangannya diatas meja, gerobak adapula yang hanya menggelar plastik di lantai. Sehingga saat pengunjung Malioboro cukup ramai saja antar pengunjung akan saling berdesakan karena sempitnya jalan bagi para pejalan kaki karena cukup padat dan banyaknya pedagang di sisi kanan dan kiri.
Dan ini juga perlu di waspadai atau mendapat perhatian khusus karena kawasan Malioboro menjadi rawan akan tindak kejahatan, ini terbukti dengan tidak sedikitnya laporan ke pihak kepolisian terdekat soal pencopetan atau penodongan, dan tidak jarang pula wisatan asing juga menjadi korban kejahatan dan ini sangat memalukan sebenarnya.

Pantai Parangtritis, Antara Keindahan Pantai dan Mitos Ratu Kidul

Di pesisir selatan Yogyakarta, terdapat sekitar 13 obyek pantai yang memiliki pesona wisata, ternyata Pantai Parangtritis yang selalu menempati peringkat teratas dalam angka kunjungan wisata, dibanding pantai-pantai lainnya. Pantai yang Berlokasi sekitar 27 Km dari kota Yogyakarta ini, dapat dicapai melalui desa Kretek atau rute yang lebih panjang, tetapi pemandangannya lebih indah yaitu melalui Imogiri dan desa Siluk. 


Pantai yang termasuk wilayah Bantul ini merupakan pantai yang landai, dengan bukit berbatu, pesisir dan berpasir putih serta pemandangan bukit kapur di sebelah utara pantai. Di kawasan ini wisatawan dapat berkeliling pantai menggunakan bendi dan kuda yang disewakan dan dikemudikan oleh penduduk setempat. Selain terkenal sebagai tempat rekreasi, parangtritis juga merupakan tempat keramat. Banyak pengunjung yang datang untuk bermeditasi. Pantai ini merupakan salah satu tempat untuk melakukan upacara Labuhan dari Kraton Yogyakarta. 


Pada musim kemarau, angin bertiup kencang seperti tak mau kalah dengan deburan ombak yang rata-rata setinggi 2-3 meter. Sering terdengar kabar ada pengunjung pantai selatan hilang terseret gelombang. Anehnya, jenazah pengunjung yang nahas itu, menghilang bagaikan ditelan bumi. Tim SAR rata-rata baru bisa menemukan jenazahnya 2-3 hari kemudian setelah melakukan penyisiran. Biasanya, lokasi penemuan mayat tidak pada area di mana pengunjung tersebut tertelan ombak. Mayat ditemukan ratusan meter, bahkan kadang beberapa kilometer dari lokasi semula. 

Di kalangan masyarakat setempat, kejadian misterius semacam itu, semakin menguatkan mitos bahwa penguasa laut yang lazim disebut Nyi Roro Kidul (Ratu Pantai Selatan), suka "melenyapkan" orang yang tidak mengindahkan kaidah alam. Dari sisi ilmiah, kejadian semacam itu makin menguatkan teori bahwa palung laut selatan Jawa memang sarat arus bawah yang terus bergerak. Benda apa saja yang terseret ombak dari bibir pantai, terseret ke bawah dan terdampar pada lokasi berbeda. 

Kepercayaan masyarakat setempat tentang legenda Nyi Roro Kidul juga dengan sendirinya melahirkan pesona tersendiri. Hampir setiap malam Jumat Kliwon dan Selasa Kliwon, para pengunjung maupun nelayan setempat melakukan upacara ritual di pantai tersebut. Acara ritual diwarnai pelarungan sesajen dan kembang warna-warni ke laut. Puncak acara ritual biasanya terjadi pada malam 1 Suro, dan dua-tiga hari setelah hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Intinya, nelayan meminta keselamatan dan kemurahan rezeki dari penguasa bumi dan langit.
 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Online Project management